Banyuwangi - Tepat pada tanggal 03 Maret 2022, Umat beragama Hindu merayakan Tahun baru Saka 1944, serangkaian Upacara dilakukan, termasuk upacara pengerupukan.
Upacara pengerupukan merupakan upacara yang dilakukan untuk mengusir Buta Kala atau kejahatan yang dilakukan sore hari (sandhyakala), yang setelah dilakukan upacara mecaru di tingkat rumah) sehari sebelum upacara Nyepi.
Pengerupukan dilakukan dengan cara menyebar-nyebar nasi, tawur agung kesanga, mengobor-obori rumah dan seluruh pekarangan, menyemburi rumah dan pekarangan dengan mesiu, serta memukul benda-benda apa saja (biasanya kentongan) hingga bersuara ramai/gaduh.
Hari raya Nyepi dianggap sebagai tahun baru umat Hindu menurut kalender Saka, yang berlaku sejak 79 Masehi. Di Banyuwangi perayaan Nyepi punya sejarah yang berakar dari India, beserta rangkaian upacara dan maknanya.
Hari Raya Nyepi harus melalui serangkaian acara, mulai dari upacara Melasti, pemujaan, Mecaru, Nyepi (Sipeng), hingga Ngembak Geni. Seluruh rangkaian Hari Raya Nyepi merupakan proses penyucian diri sekaligus peningkatan kualitas hidup.
Selama itu pula manusia meredakan hawa nafsu dengan bertapa, yoga, dan brata samadi.
Menurut Ketua Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Banyuwangi serta pelaksana upacara ogoh-ogoh, Zatson S.Sos., saat ditemui mengatakan bahwa kegiatan upacara pengerupukan ini memang harus dilakukan, dimana hal tersebut menjadi adat serta tradisi umat Hindu, namun tidak mengurangi rasa empati terhadap kalangan lain, saat ini ini ia syukur karena diperbolehkan dan diberikan izin untuk membakar ogoh-ogoh di lapangan, yakni bertempat di Kaligesing, Karangmulyo, Tegalsari, pada Rabu malam (2/3/2022).
"Kita tetap mematuhi protokol kesehatan ini mas, dan upacara yang dilakukan sebelum Nyepi tetap dilakukan, walaupun tidak mengarak keliling menggunakan ogoh-ogoh, " jelas Zatson.
Menurut Zatson, menyambut utamanya pada hari raya Nyepi Saka 1944 tersebut menyebutkan ada beberapa serangkaian upacara.
Pertama Upacara Melasti. Pada upacara Melasti, manusia dibersihkan dari segala kotoran baik fisik maupun pikiran (bhuana alit dan amertha) demi kehidupan manusia yang sejahtera. "Upacara Melasti menggunakan arca, pretima, dan barong yang merupakan simbol pemujaan Ida Sang Hyang Widhi Wasa, diarak menuju sumber air untuk meminta pembersihan dan tirta amertha (air suci kehidupan), " paparnya.
Kedua, Upacara Pemujaan, Setelah upacara Melasti, umat Hindu menghaturkan bhakti di Balai Agung atau Pura di setiap pura masing-masing pakraman.
Ketiga Tawur Agung (Mecaru). Sehari sebelum Hari Raya Nyepi, tepatnya pada Tilem Sasih Kesanga, Pecaruan dilaksanakan. Tawur merupakan proses pengembalian sari-sari alam agar tercipta keseimbangan. "Upacara Tawur ditujukan kepada Butha yang diyakini dapat memberkati kehidupan manusia menjadi harmonis, " paparnya.
Berikutnya ialah upacara pengerupukan. Setiap rumah dan pekarangan disebari Nasi Tawur Agung kesange, diobor-obori, disemburi Mesui, dan benda di sekitarnya dipukul sampai menimbulkan suara gaduh. Malam pengerupukan biasanya disertai pertunjukan budaya sebagai simbol bhutakala yang disebut Ogoh-ogoh.
Keempat, upacara Nyepi (Sipeng). "Nyepi ini dilakukan umat Hindu selama 24 jam, mulai terbitnya matahari yakni pukul 06:00 WIB sampai matahari terbit kembali besoknya lagi yakni pukul 06:00 WIB, " papar Zatson.
Zatson menjelaskan bahwa Umat Hindu melaksanakan Catur Brata Penyepian itu ada 4 macam, yakni antara lain:
1. Amati Geni: tidak melakukan aktivitas yang harus menghidupkan api.
2. Amati Lelanguan: menghindari aktivitas yang berhubungan dengan wacika. Wacika ialah perkataan benar, yang dalam interaksi dengan umat manusia dan Tuhan telah atau belum dilaksanakan.
3. Amati Karye: tidak bekerja dan hendaknya melakukan evaluasi diri atas hasil pekerjaan tersebut.
4. Amati Lelungan: tidak bepergian ke luar rumah dan diwajibkan untuk mengevaluasi diri.
Kemudian upacara yang terakhir yakni Ngembak Geni. Tahap akhir dari Hari Raya Nyepi ialah Ngembak Geni. Nyepi dapat diakhiri dan umat Hindu diperbolehkan melakukan aktivitas, kembali kepada tanggung jawab masing-masing.
"Umumnya, umat hindu berkunjung ke sanak saudara dan kerabat untuk saling menyapa dan bermaaf-maafan, sama dengan seperti agama yang lain, seperti Islam, yakni bersilaturahmi, " jelasnya.
Zatson menambahkan, Hari Raya Nyepi, bagi umat Hindu, dimaknai sebagai proses perenungan diri. Melalui serangkaian spiritual, umat Hindu melakukan pengendalian diri, memuja, dan mengharapkan kedamaian.
"Tahun baru umat Hindu ini juga mengandung nilai-nilai kebersamaan yang mendorong kehidupan yang seimbang. Seluruh kegiatan Hari Raya Nyepi memberikan kecukupan bagi manusia dalam berbagai aspek, sosial, psikologis, dan sebagainya. Hal tersebut kian menjadi landasan untuk memperoleh kehidupan yang sejahtera, " pungkasnya. (SHT)